
Bayangkan seorang pria bertopi jerami yang melawan tirani pemerintah, membebaskan desa-desa kecil dari cengkeraman kekuasaan yang korup, tetapi tetap dicap sebagai bajak laut—musuh besar dunia. Ya, itulah Luffy dalam cerita manga dan anime fenomenal, One Piece. Di dunia nyata, situasi ini ternyata nggak jauh beda dari apa yang sering kita alami, loh. Kadang, pahlawan sejati malah dianggap sebagai penjahat karena label yang dilekatkan oleh pihak berkuasa. Nah, dalam artikel ini, yuk kita bahas bareng-bareng tentang heroisme palsu dan bagaimana framing mempengaruhi cara kita melihat seseorang dalam kisah One Piece.
Apa sih Framing Itu dan Mengapa Penting?
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan inti, penting nih buat kita paham dulu apa itu framing. Framing adalah cara informasi disajikan dan dikemas sehingga bisa mempengaruhi persepsi dan opini publik terhadap sesuatu (Entman, 1993). Dalam dunia One Piece, framing yang dilakukan oleh Pemerintah Dunia terhadap bajak laut—termasuk Luffy—jelas banget nih efeknya.
Ambil contoh Monkey D. Luffy dan krunya, Straw Hat Pirates. Mereka seringkali melakukan tindakan yang heroik, seperti menyelamatkan Alabasta dari perang saudara atau membantu penduduk Dressrosa lepas dari tirani Doflamingo. Tapi apa tanggapan pemerintah dunia? Mereka malah dicap sebagai kriminal paling dicari! Di sini framing bekerja: aksi heroik mereka diputarbalikkan menjadi kejahatan, sehingga publik yang tidak tahu cerita sesungguhnya malah melihat mereka sebagai ancaman.
Labelisasi Bajak Laut: Siapa yang Menentukan?
Labelisasi dalam One Piece nggak muncul begitu saja, lho. Label bajak laut yang negatif ini berasal dari otoritas tertinggi, yakni Pemerintah Dunia. Mereka secara sistematis memberikan cap buruk kepada semua yang melawan kekuasaan mereka—terlepas dari niat dan tindakan sebenarnya.
Contoh nyatanya adalah Gol D. Roger, Sang Raja Bajak Laut. Roger menemukan sejarah dunia yang disembunyikan pemerintah, dan sebagai akibatnya, dia dilabeli sebagai ancaman nomor satu. Publik dipengaruhi agar percaya bahwa Roger adalah kriminal terburuk, tanpa mengetahui kebenaran di balik perjuangannya menemukan dan menyampaikan fakta sejarah yang sesungguhnya.
Dalam kehidupan nyata, hal serupa juga sering terjadi. Media dan pemerintah bisa saja melabeli kelompok tertentu sebagai teroris atau pemberontak, meskipun kenyataannya mereka berjuang demi kebebasan atau keadilan sosial. Akibatnya, sebagian masyarakat pun cenderung percaya dengan framing yang dilakukan pihak berkuasa tanpa mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda.
Heroisme Palsu: Ketika Penjahat Dianggap Pahlawan
Sisi lain dari framing adalah heroisme palsu—ketika seseorang yang jelas-jelas melakukan tindakan buruk malah dipuja sebagai pahlawan karena pencitraan yang dibangun oleh pihak yang berkuasa. Di dunia One Piece, Marine atau Angkatan Laut sering kali diposisikan sebagai penjaga kedamaian dan keadilan. Tapi apakah kenyataannya benar seperti itu?
Lihat aja Marineford Arc, di mana Angkatan Laut berusaha keras mempertahankan citra keadilan mereka dengan mengeksekusi Ace, kakak angkat Luffy. Di balik propaganda “keadilan mutlak”, nyatanya banyak tindakan brutal yang mereka lakukan demi mempertahankan wibawa pemerintah. Bahkan tokoh seperti Akainu, yang tanpa ragu melakukan pembantaian, dianggap pahlawan oleh sebagian besar warga dunia karena framing yang cerdik dan manipulatif.
Contoh di dunia nyata bisa kita lihat pada berbagai rezim diktator atau pemerintahan otoriter, di mana pemimpin otoriter sering dibingkai sebagai sosok penyelamat bangsa, padahal faktanya mereka melakukan banyak pelanggaran HAM berat terhadap rakyatnya sendiri (Gitlin, 1980). Walaupun tentu saja framing diktator dan otoriter ini juga sangat mungkin dilakukan oleh pihak yang berseberangan dengan rezim terkait sekalipun tidak melakukannya.
Dampak Framing Terhadap Persepsi Publik
Dampak framing nggak main-main, guys. Di dunia One Piece, framing Pemerintah Dunia jelas berhasil mengontrol persepsi masyarakat terhadap siapa yang dianggap pahlawan atau penjahat. Banyak orang biasa yang nggak tau fakta asli akhirnya percaya saja dengan apa yang disajikan pemerintah, tanpa berpikir kritis atau mempertanyakan narasi yang ada.
Efeknya apa? Orang-orang seperti Luffy yang sebenarnya memperjuangkan kebebasan, keadilan, dan kebenaran malah harus hidup dalam kejaran dan ancaman, sementara para pelaku kekerasan yang didukung pemerintah bisa hidup dengan nyaman. Fenomena ini mencerminkan kekuatan media dalam membentuk opini publik melalui narasi-narasi yang sengaja dikonstruksi (Scheufele, 1999).
Bagaimana Kita Harus Menyikapinya?
Mengetahui bagaimana framing bekerja, tentu kita nggak boleh diam saja. Baik dalam konteks One Piece maupun dunia nyata, penting untuk kita menjadi pembaca dan penonton yang kritis. Jangan langsung percaya pada label atau narasi yang dibuat oleh mereka yang berkuasa atau dominan. Sebaliknya, cobalah cari tahu fakta di balik cerita yang disajikan.
Seperti kata-kata Nico Robin dalam serial ini, sejarah ditulis oleh pemenang, tapi kebenaran yang sesungguhnya selalu ada di luar narasi resmi yang berusaha dipaksakan pada kita. Oleh karena itu, kita harus berusaha melihat dari berbagai sudut pandang sebelum menarik kesimpulan tentang siapa yang benar-benar pahlawan atau penjahat.
Belajar dari One Piece untuk Dunia Nyata
Dari pembahasan ringkas ini, jelas terlihat bahwa framing memiliki peran besar dalam menentukan bagaimana seseorang dipersepsikan oleh publik. Cerita dalam dunia One Piece menjadi analogi menarik untuk memahami realitas sosial kita sehari-hari. Labelisasi negatif dan heroisme palsu merupakan dua sisi framing yang sangat efektif dalam memanipulasi persepsi masyarakat.
Nah, dari tulisan ini harapannya kita sebagai masyarakat menjadi lebih sadar dan kritis terhadap setiap informasi dan narasi yang kita terima. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam framing sempit yang hanya menguntungkan pihak tertentu. Dengan begitu, kita bisa lebih objektif dalam menilai mana yang benar-benar memperjuangkan keadilan dan mana yang sekadar manipulasi pencitraan.
Daftar Pustaka
- Entman, R. M. (1993). Framing: Toward clarification of a fractured paradigm. Journal of Communication, 43(4), 51–58. https://doi.org/10.1111/j.1460-2466.1993.tb01304.x
- Gitlin, T. (1980). The Whole World Is Watching: Mass Media in the Making and Unmaking of the New Left. University of California Press.
- Oda, E. (1997-2024). One Piece. Shueisha Inc.
- Scheufele, D. A. (1999). Framing as a theory of media effects. Journal of Communication, 49(1), 103–122. https://doi.org/10.1111/j.1460-2466.1999.tb02784.x
- Tuchman, G. (1978). Making News: A Study in the Construction of Reality. Free Press.
Membongkar Cara Kerja Senter Pembesar dan Senter Pengecil!
Bagaimana cara kerja Senter Pembesar dan Senter Pengecil Doraemon kalau kita bedah menggunakan perspektif sains (fiksi) ?
Bagaimana Cara Kerja Rasengan?
Yuk, kita coba bedah bersama-sama, bagaimana cara kerja Rasengan dengan cara yang benar-benar baru!
Bagaimana Cara Kerja Pintu Kemana Saja?
Nah, daripada cuma jadi angan-angan, yuk kita coba bedah dan bongkar konsep sains di balik cara kerja Pintu Kemana Saja Doraemon
One Response