
Bayangkan sebuah hutan yang asri dan subur, dihuni oleh makhluk-makhluk ajaib yang menjaga keseimbangan alam selama ribuan tahun. Kini, hutan tersebut terancam karena manusia yang haus akan kemajuan dan keuntungan ekonomi, tanpa peduli dampaknya bagi lingkungan. Inilah gambaran yang tersaji jelas dalam anime klasik karya Hayao Miyazaki, Princess Mononoke. Kisah ini menggambarkan betapa rapuhnya keseimbangan antara alam dan peradaban, serta bagaimana konflik tersebut memberikan pelajaran berharga yang sangat relevan hingga kini. Nah, dari film yang dirilis tahun 1997 ini, apa sih yang bisa kita pelajari untuk masa depan bumi kita?
Alam Bukan Sumber Daya yang Tak Terbatas
Pelajaran pertama dari Princess Mononoke adalah kesadaran bahwa alam bukanlah sumber daya yang bisa kita eksploitasi tanpa henti. Dalam film ini, Lady Eboshi yang memimpin Iron Town terus-menerus menebang pohon dan menambang bijih besi demi kemajuan kota, tanpa memikirkan akibat jangka panjang. Hutan yang sebelumnya damai berubah menjadi medan perang, di mana manusia dan makhluk alam bertarung demi mempertahankan eksistensinya.
Di dunia nyata, kita sering terjebak dalam pola pikir yang sama seperti Lady Eboshi. Kita menggunduli hutan, mengeksploitasi sumber daya air, bahkan mengabaikan dampak limbah industri yang merusak ekosistem. Data menunjukkan bahwa setiap tahunnya, dunia kehilangan lebih dari 10 juta hektare hutan akibat deforestasi (FAO, 2020). Padahal, alam memiliki batasan dan jika kita terus-menerus mengabaikannya, alam bisa berubah menjadi bencana yang berbalik menyerang kita sendiri.
Konflik antara Kepentingan Ekonomi dan Ekologi
Film ini dengan jelas menggambarkan betapa rumitnya konflik antara kepentingan ekonomi manusia dan perlindungan lingkungan. Lady Eboshi bukanlah tokoh jahat sepenuhnya, ia berusaha menyediakan kehidupan yang lebih baik bagi warga Iron Town yang miskin dan terbuang dari masyarakat. Namun, caranya yang agresif dalam mengelola alam malah merusak keseimbangan dan memicu konflik berkepanjangan.
Realitanya, konflik ini juga terjadi di dunia nyata, contohnya dalam kasus pembangunan ekonomi versus pelestarian hutan Amazon. Banyak negara di kawasan Amazon yang memandang deforestasi sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya, padahal hutan tersebut sangat penting bagi keberlangsungan hidup di seluruh dunia karena perannya dalam menyerap karbon (Nepstad et al., 2014). Dari sini, kita belajar bahwa kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan harus berjalan berdampingan, bukan saling menghancurkan.
Pentingnya Hidup Berdampingan secara Harmonis
Salah satu pesan terkuat dari Princess Mononoke adalah pentingnya hidup berdampingan secara harmonis antara manusia dan alam. Tokoh utama Ashitaka berusaha mencari jalan tengah di tengah konflik besar tersebut. Ia tidak berpihak sepenuhnya pada manusia maupun alam, melainkan mencari solusi damai yang memungkinkan keduanya hidup berdampingan tanpa saling melukai.
Kita pun perlu mengadopsi prinsip ini di kehidupan sehari-hari. Membangun gaya hidup berkelanjutan, seperti mengurangi penggunaan plastik, melakukan reboisasi, atau mendukung produk-produk ramah lingkungan adalah langkah kecil namun berarti. Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang berhasil menjaga harmoni dengan alam cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik dalam jangka panjang (MEA, 2005). Dengan begitu, konflik berkepanjangan bisa dicegah, dan kita bisa membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Keserakahan Membawa Kehancuran
Pesan lain yang sangat jelas disampaikan oleh film ini adalah keserakahan manusia yang menjadi sumber kehancuran. Ketika Lady Eboshi dan penduduk Iron Town berusaha memburu Shishigami (roh hutan) demi mendapatkan kekuatan dan kekayaan lebih, kehancuranlah yang mereka dapatkan. Dunia dalam film hampir saja binasa akibat tindakan ceroboh manusia.
Realitanya, perilaku serakah kita terhadap alam juga menghasilkan konsekuensi nyata, seperti perubahan iklim, hilangnya biodiversitas, dan bencana alam yang semakin sering terjadi. Studi yang dilakukan oleh IPCC (2018) mengungkap bahwa jika keserakahan manusia terhadap sumber daya alam terus berlanjut, kita akan mengalami dampak yang sangat serius terhadap ekosistem dan kehidupan manusia itu sendiri. Film ini mengingatkan kita untuk mengontrol ambisi dan menghargai batasan yang diberikan oleh alam.
Harapan Selalu Ada dalam Kepedulian Kita
Walaupun menampilkan konflik yang rumit dan konsekuensi tragis, Princess Mononoke tetap memberikan pesan optimisme bahwa harapan selalu ada. Ashitaka dan San (Princess Mononoke) berusaha menyelamatkan apa yang tersisa dari alam, dengan keyakinan bahwa alam bisa pulih kembali jika manusia memberikan ruang untuk pemulihan tersebut.
Di dunia nyata, contoh konkret dari pulihnya alam yang rusak ada pada proyek-proyek restorasi lingkungan, seperti reboisasi hutan di Korea Selatan pasca Perang Korea, yang kini menjadi contoh sukses dalam mengembalikan hutan dari kondisi kritis menjadi hutan subur (Lee et al., 2015). Ini membuktikan bahwa harapan akan selalu ada, selama kita memiliki niat dan tindakan nyata dalam menjaga keseimbangan antara peradaban dan lingkungan.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Menonton Princess Mononoke memang menghibur, tapi yang lebih penting lagi adalah memahami pesan-pesan mendalam di baliknya. Sebagai generasi muda, kita bisa mulai mengambil langkah kecil seperti mengurangi limbah plastik, menanam pohon, dan mendukung kebijakan lingkungan yang berkelanjutan. Langkah kecil ini, jika dilakukan secara kolektif, bisa menciptakan perubahan besar bagi masa depan bumi kita.
Sebagai penutup, konflik abadi antara alam dan peradaban dalam Princess Mononoke sejatinya merupakan refleksi kehidupan nyata kita sendiri. Kita perlu mengambil sikap bijak dan bertanggung jawab agar bumi tetap lestari, kehidupan manusia terjamin, dan masa depan tetap cerah.
Daftar Pustaka
- FAO. (2020). Global Forest Resources Assessment 2020: Main report. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
- IPCC. (2018). Global warming of 1.5°C. An IPCC Special Report. Geneva: Intergovernmental Panel on Climate Change.
- Lee, D. K., Park, P. S., & Youn, Y. C. (2015). Reforestation and Forest Restoration: Experiences from South Korea. Forest Science and Technology, 11(3), 77–85.
- MEA. (2005). Millennium Ecosystem Assessment: Ecosystems and Human Well-being: Synthesis. Washington, DC: Island Press.
- Nepstad, D., McGrath, D., Stickler, C., Alencar, A., Azevedo, A., Swette, B., … & Armijo, E. (2014). Slowing Amazon deforestation through public policy and interventions in beef and soy supply chains. Science, 344(6188), 1118–1123.
Demo Anarkis dan Politik Kuasa Media
Kok bisa, demo yang awalnya damai buat menyuarakan pendapat, malah berujung anarkis dan merusak fasilitas umum? Luapan amarah, atau ada faktor lain?
Penyebab Demonstrasi Rusuh: Amarah, Provokasi, atau Propaganda?
Kok bisa demo yang awalnya damai jadi serusak ini? Apakah ini amarah massa? Atau ada “sutradara” tak terlihat? Yuk, kita bedah penyebab demonstrasi rusuh ini.
Brutalitas Polisi: Kenapa Masih Terjadi?
Kenapa brutalitas polisi seolah menjadi siklus yang sulit diputus di negeri ini? Apakah ini hanya soal “oknum” nakal, atau ada sesuatu yang lebih dalam?
3 Responses