Jika tomat memang mengandung racun, mengapa kita bisa dengan aman menyantapnya dalam salad, saus, atau bahkan memakannya langsung?
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Ilustrasi Tomat Segar (https://unsplash.com/@bookmarkedbyjosephine)

Pernahkah kamu membayangkan hidup di Eropa pada abad ke-16 hingga ke-18? Pada masa itu, tomat, si buah merah segar yang kini jadi primadona di dapur kita, justru dijuluki “apel beracun”. Masyarakat Eropa kelas atas percaya bahwa menyantap tomat bisa berujung pada kematian. Mitos ini bertahan cukup lama, bukan tanpa sebab. Ternyata, para bangsawan kala itu gemar menggunakan piring makan yang terbuat dari timah. Kandungan asam yang tinggi pada tomat mampu melarutkan timbal dari piring tersebut, yang kemudian meracuni mereka yang memakannya. Jadilah tomat yang kena getahnya.

Namun, di luar kesalahpahaman historis itu, tomat memang menyimpan sedikit “sisi gelap”. Sebagai anggota keluarga Solanaceae (terung-terungan), tomat secara alami memproduksi senyawa kimia yang bersifat toksik. Lantas, jika tomat memang mengandung racun, mengapa kita bisa dengan aman menyantapnya dalam salad, saus, atau bahkan memakannya langsung? Jawabannya terletak pada sebuah proses biologis yang luar biasa canggih, sebuah mahakarya alam yang baru-baru ini berhasil diungkap oleh para ilmuwan. Mari kita selami lebih dalam!

Mengenal Si ‘Racun’ dalam Tomat: Glikoalkaloid Steroid

Untuk memahami kenapa tomat tidak beracun saat matang, kita perlu kenalan dulu dengan “biang keladinya”. Senyawa yang dimaksud adalah Glikoalkaloid Steroid atau Steroidal Glycoalkaloids (SGA). Anggap saja SGA ini adalah pestisida alami yang diproduksi tanaman untuk melindungi dirinya dari serangan hama dan herbivora. Pada tomat, SGA utama yang ditemukan, terutama saat buah masih mentah dan berwarna hijau, adalah α-tomatine.

Dalam jumlah besar, α-tomatine ini memang tidak ramah bagi tubuh. Ia memberikan rasa pahit yang tidak menyenangkan dan dapat menyebabkan gejala keracunan seperti mual, kram perut, sakit kepala, hingga pendarahan lambung. Inilah mekanisme pertahanan tomat. Rasa pahit dan efek toksiknya membuat hewan enggan memakannya saat bijinya belum siap untuk disebar. Kehadiran senyawa inilah yang membuat tomat dan kerabatnya seperti kentang, terung, dan paprika digolongkan dalam keluarga Solanaceae atau nightshade, keluarga tanaman yang terkenal dengan kemampuannya memproduksi berbagai jenis alkaloid.

Kunci Ajaib Pematangan: Transformasi Racun Menjadi Aman

Lalu, bagaimana tomat mentah yang pahit dan berpotensi toksik bisa berubah menjadi buah matang yang manis dan aman untuk disantap? Di sinilah keajaiban biologi terjadi. Seiring dengan proses pematangan, tomat tidak membuang α-tomatine begitu saja, melainkan mengubahnya secara kimiawi. Melalui serangkaian reaksi enzimatik yang kompleks, tomat mengubah senyawa α-tomatine yang beracun menjadi senyawa baru yang disebut esculeoside A. Senyawa inilah yang bersifat tidak beracun dan tidak pahit, sehingga membuat tomat matang aman dan lezat.

Proses transformasi ini adalah inti dari keamanan tomat. Para ilmuwan mengidentifikasi sekelompok gen khusus yang bertanggung jawab atas konversi ini, yang mereka sebut sebagai gen GLYCOALKALOID METABOLISM (GAME). Gen-gen ini memproduksi berbagai enzim yang bekerja secara berurutan, layaknya pekerja di jalur perakitan pabrik, untuk memodifikasi struktur molekul α-tomatine langkah demi langkah hingga akhirnya menjadi esculeoside A. Jadi, saat kamu melihat tomat berubah warna dari hijau menjadi merah, di saat yang sama sedang terjadi proses “detoksifikasi” internal yang luar biasa di dalam buah tersebut.

Dalang di Balik Layar: Jaringan Genetik dan Epigenetik yang Canggih

Proses transformasi kimia ini tentu tidak terjadi secara acak. Menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances, ada sebuah jaringan komando yang sangat kompleks di tingkat molekuler yang bertindak sebagai “dalang”-nya. Jaringan ini melibatkan hormon, pemicu genetik, dan modifikasi epigenetik yang bekerja secara harmonis. Salah satu pemain kuncinya adalah sebuah protein bernama DML2 (DEMETER-LIKE 2). DML2 ini berperan dalam proses yang disebut demetilasi DNA, yang secara sederhana bisa diartikan sebagai proses membuka “gembok” molekuler pada DNA. Dengan membuka gembok ini, DML2 memberikan akses bagi mesin sel untuk membaca gen-gen GAME yang tadinya tidak aktif, sehingga proses detoksifikasi bisa dimulai.

Aktor penting lainnya adalah etilena, hormon yang dikenal sebagai pemicu pematangan buah. Semburan etilena saat buah mulai matang bertindak sebagai sinyal “MULAI” yang tidak hanya memicu perubahan warna dan tekstur, tetapi juga mengaktifkan ekspresi gen DML2 dan gen-gen GAME. Selain itu, ada juga kelompok protein yang disebut faktor transkripsi (seperti NOR, RIN, dan FUL1) yang berfungsi sebagai manajer utama. Mereka menerima perintah dari sinyal etilena, lalu secara langsung memerintahkan gen-gen GAME dan gen transporter bernama GORKY (yang bertugas memindahkan α-tomatine ke lokasi detoksifikasi) untuk bekerja. Mereka bahkan membentuk lingkaran umpan balik dengan DML2, menciptakan sistem regulasi yang kuat dan efisien.

Jejak Evolusi dan Domestikasi: Bagaimana Manusia ‘Menjinakkan’ Tomat

Hebatnya lagi, kemampuan tomat untuk menjadi aman dikonsumsi saat matang ternyata juga dipengaruhi oleh perjalanan panjangnya bersama manusia. Para peneliti menemukan bahwa proses domestikasi—ketika manusia mulai membudidayakan tomat dari nenek moyang liarnya—memainkan peran krusial dalam “menjinakkan” kadar racunnya. Tomat liar kemungkinan besar memiliki kadar α-tomatine yang lebih tinggi sebagai mekanisme pertahanan yang lebih kuat di alam liar.

Selama ribuan tahun, petani secara tidak sadar terus memilih dan menanam benih dari tomat yang rasanya paling enak (tidak terlalu pahit), ukurannya paling besar, dan warnanya paling menarik. Praktik seleksi ini ternyata lebih mendukung varietas tomat yang memiliki sistem detoksifikasi yang lebih efisien. Analisis genom modern menunjukkan bahwa gen-gen kunci dalam jalur ini, termasuk DML2, NOR, dan beberapa gen GAME, berada di wilayah genom tomat yang menunjukkan tanda-tanda telah mengalami seleksi kuat selama proses domestikasi. Jadi, setiap kali kita menikmati tomat yang lezat, kita sebenarnya juga sedang merasakan buah dari evolusi dan sejarah pertanian manusia selama berabad-abad.

Pada akhirnya, misteri “apel beracun” kini telah terpecahkan sepenuhnya oleh sains modern. Tomat tidak lagi menjadi ancaman berkat sistem detoksifikasi internal yang luar biasa, yang mengubah senyawa toksiknya menjadi aman seiring proses pematangan. Sistem canggih ini diatur oleh jaringan genetik dan hormonal yang presisi, serta telah disempurnakan oleh manusia melalui proses domestikasi. Jadi, lain kali kamu memotong tomat untuk salad, ingatlah bahwa kamu sedang menyaksikan hasil dari sebuah mahakarya biologi dan sejarah yang luar biasa.

Daftar Pustaka

  • Bai, F., Wu, M., Huang, W., Xu, W., Wang, Y., Zhang, Y., Zhong, Z., Hong, Y., Pirrello, J., Bouzayen, M., & Liu, M. (2025). Removal of toxic steroidal glycoalkaloids and bitterness in tomato is controlled by a complex epigenetic and genetic network. Science Advances, 11(8), eads9601.
  • Friedman, M. (2002). Tomato glycoalkaloids: Role in the plant and in the diet. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50(21), 5751–5780.
  • Itkin, M., Rogachev, I., Alkan, N., Gadekar, V. P., Barda, O., Povero, G., Cárdenas, P. D., De Masi, L., Heinig, U., Tzfadia, O., Aharoni, A., & et al. (2011). GLYCOALKALOID METABOLISM1 is required for steroidal alkaloid glycosylation and prevention of phytotoxicity in tomato. The Plant Cell, 23(12), 4507–4525.
  • Kazachkova, Y., Zemach, I., Panda, S., Bocobza, S., Vainer, A., Rogachev, I., Dong, Y., Ben-Dor, S., Veres, D., Kanstrup, C., Lambertz, S. K., & Aharoni, A. (2021). The GORKY glycoalkaloid transporter is indispensable for preventing tomato bitterness. Nature Plants, 7(4), 468–480.
  • Liu, M., Pirrello, J., Chervin, C., Roustan, J. P., & Bouzayen, M. (2015). Ethylene control of fruit ripening: revisiting the complex network of transcriptional regulation. Plant Physiology, 169(4), 2380–2390.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Terungkap! Begini Hipotesis Cara Kerja Lightsaber Star Wars Menurut Sains
28Aug

Terungkap! Begini Hipotesis Cara Kerja Lightsaber Star Wars Menurut Sains

Mari jelajahi cara kerja Lightsaber yang mungkin akan membuatmu melihat duel Luke Skywalker dan Darth Vader dengan cara yang benar-benar baru

Nucleopolyhedrovirus: Mengenal Virus ‘Zombie’ Pemakan Ulat yang Jadi Sahabat Petani
15Aug

Nucleopolyhedrovirus: Mengenal Virus ‘Zombie’ Pemakan Ulat yang Jadi Sahabat Petani

Nucleopolyhedrovirus. Meski terdengar menyeramkan, virus “zombie” ini justru menjadi pahlawan bagi para petani. Yuk, kita kenalan lebih jauh!

Tomat CRISPR: Inovasi “Gunting Genetik” yang Sukses Bikin Tomat Jadi Manis dan Besar
11Aug

Tomat CRISPR: Inovasi “Gunting Genetik” yang Sukses Bikin Tomat Jadi Manis dan Besar

Yuk, kita bedah bagaimana tomat CRISPR ini bisa mengubah cara kita menikmati buah favorit sejuta umat ini!

2 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *