
Bayangkan kamu sedang bermain bola bersama dua anjing kesayanganmu. Awalnya, mereka berdua dengan semangat saling bergantian mengambil bola dan membawanya kembali padamu. Tapi tiba-tiba, salah satu anjing mendapat hadiah camilan setiap kali dia mengambil bola, sementara yang satunya lagi hanya menerima “terima kasih” tanpa camilan. Setelah beberapa kali, anjing yang tidak mendapat camilan mulai menatapmu, duduk diam, bahkan menolak untuk bermain lagi. Apakah anjing benar-benar bisa merasakan ketidakadilan? Ternyata, jawaban ilmiahnya: iya!
Anjing dan Rasa Keadilan

Fenomena anjing merasa tidak adil sudah terbukti lewat berbagai penelitian. Salah satu riset yang paling terkenal dilakukan oleh Friederike Range dan timnya di University of Vienna, Austria. Dalam penelitiannya, Range mengamati bagaimana dua anjing yang sudah terlatih untuk memberikan “paw” (menyodorkan kaki depan ke tangan manusia) akan merespons jika hanya satu yang diberi hadiah makanan, sementara yang lain tidak. Hasilnya, anjing yang tidak mendapatkan hadiah cenderung enggan mengikuti perintah berikutnya, bahkan mulai mengabaikan instruksi (Range et al., 2009).
Hal ini membuktikan bahwa anjing bukan sekadar makhluk penurut, tetapi juga peka terhadap perlakuan tidak adil. Mereka bisa merasa jengkel, kesal, dan akhirnya memutuskan untuk “mogok kerja” jika diperlakukan tidak setara. Temuan ini menggemparkan dunia sains, karena sebelumnya banyak ahli mengira hanya manusia (atau primata seperti simpanse) yang punya sensitivitas terhadap keadilan (Brosnan & de Waal, 2003).
Kenapa Anjing Bisa Peka terhadap Ketidakadilan?

Kamu mungkin bertanya-tanya, dari mana sih asal rasa keadilan pada anjing? Para ilmuwan berpendapat bahwa kemampuan ini berkembang dari proses domestikasi dan interaksi sosial anjing bersama manusia selama ribuan tahun. Menurut de Waal (2010), hewan sosial yang hidup berkelompok cenderung punya sistem “keadilan” sederhana agar kelompok tetap harmonis dan tidak terjadi konflik berkepanjangan.
Pada anjing, sensitivitas terhadap keadilan kemungkinan besar muncul sebagai adaptasi untuk bertahan hidup bersama kelompok dan manusia. Saat anjing melihat perlakuan tidak adil—misalnya temannya dapat makanan sedangkan dia tidak—anjing akan berhenti bekerja sama atau bahkan protes dengan menolak bermain bola. Reaksi ini bisa jadi cara anjing mengingatkan pemiliknya untuk bersikap adil, yang pada akhirnya memperkuat hubungan antar anggota kelompok (Range et al., 2009; Horowitz, 2012).
Studi Kasus: Ketidakadilan Bukan Hanya Soal Makanan

Menariknya, penolakan anjing untuk bekerja sama saat diperlakukan tidak adil tidak hanya terjadi pada pemberian camilan. Studi lain juga membuktikan anjing bisa “ngambek” jika perlakuan tidak adil terjadi dalam konteks lain, misalnya pembagian mainan, perhatian, atau bahkan waktu bermain (Essler et al., 2017).
Misal, jika dua anjing diberi mainan yang berbeda kualitasnya, anjing yang merasa mendapat “mainan kalah” bisa menunjukan reaksi kecewa, menolak bermain, atau bahkan menyabotase permainan temannya. Ini semakin memperkuat fakta bahwa anjing merasa tidak adil bukanlah mitos atau anekdot belaka, tapi benar-benar didukung bukti ilmiah.
Mengapa Penting Memahami Perilaku Ini?
Bagi pemilik anjing dan pecinta hewan, memahami bahwa anjing punya rasa keadilan sangat penting dalam membangun hubungan yang sehat dan harmonis. Jika kamu sering memperlakukan anjing secara tidak adil—entah sengaja atau tidak—bukan tidak mungkin anjingmu akan lebih sering mogok bermain, kehilangan kepercayaan, atau bahkan mengalami stres kronis (Horowitz, 2012).
Selain itu, perilaku ini mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap kebutuhan emosional hewan peliharaan. Seperti kata Frans de Waal, “Keadilan adalah fondasi penting dalam kehidupan sosial, bukan hanya pada manusia, tetapi juga pada hewan sosial lainnya” (de Waal, 2010).
Apa Saja Dampak Ketidakadilan pada Anjing?
Saat anjing merasa diperlakukan tidak adil, mereka tidak hanya menolak bermain atau bekerja sama. Studi-studi terbaru mengungkapkan bahwa anjing juga bisa menunjukkan perubahan perilaku seperti menarik diri dari lingkungan sosial, berkurangnya motivasi untuk belajar trik baru, hingga peningkatan tingkat stres yang ditandai dengan peningkatan hormon kortisol (Range et al., 2009; Essler et al., 2017).
Perubahan ini serupa dengan reaksi manusia saat mengalami ketidakadilan sosial—mulai dari menolak berpartisipasi, merasa tidak dihargai, hingga mengalami masalah kesehatan mental jika ketidakadilan terjadi secara berulang. Karena itu, penting bagi pemilik anjing untuk memastikan keadilan dalam perlakuan dan penghargaan yang diberikan kepada setiap anjing di rumah.
Contoh di Dunia Nyata dan Tips Praktis
Kamu pasti sering melihat anjing yang awalnya sangat aktif bermain, tiba-tiba jadi pasif atau bahkan marah setelah melihat temannya dapat camilan lebih dulu. Di banyak komunitas pecinta anjing, kasus “mogok main bola” ini sering dibahas sebagai pelajaran bagi pemilik agar lebih adil, terutama saat melatih dua anjing sekaligus.
Tips praktis: Selalu perlakukan anjing secara adil, baik dalam pemberian makanan, pujian, mainan, maupun perhatian. Jika harus melatih dua anjing bersamaan, berikan reward yang seimbang dan hindari pilih kasih. Selain membuat suasana latihan lebih kondusif, anjing-anjingmu juga akan lebih percaya dan loyal padamu.
Anjing merasa tidak adil adalah bukti nyata bahwa anjing punya rasa keadilan dan bisa bereaksi secara emosional jika diperlakukan tidak adil. Penelitian ilmiah membuktikan bahwa perilaku ini muncul sebagai bentuk adaptasi sosial, bukan sekadar naluri. Sebagai pemilik, penting untuk selalu bersikap adil dalam memperlakukan hewan peliharaan demi hubungan yang sehat, bahagia, dan harmonis.
Daftar Pustaka
- Brosnan, S. F., & de Waal, F. B. M. (2003). Monkeys reject unequal pay. Nature, 425(6955), 297-299.
- Range, F., Horn, L., Virányi, Z., & Huber, L. (2009). The absence of reward induces inequity aversion in dogs. Proceedings of the National Academy of Sciences, 106(1), 340-345.
- Horowitz, A. (2012). Fair is fine, but more is better: Limits to inequity aversion in dogs. Social Justice Research, 25, 195–212.
- de Waal, F. B. M. (2010). The Age of Empathy: Nature’s Lessons for a Kinder Society. New York: Broadway Books.
- Essler, J. L., Marshall-Pescini, S., & Range, F. (2017). Domestication does not explain the presence of inequity aversion in dogs. Current Biology, 27(12), 1861-1865.
Terungkap! Begini Hipotesis Cara Kerja Lightsaber Star Wars Menurut Sains
Mari jelajahi cara kerja Lightsaber yang mungkin akan membuatmu melihat duel Luke Skywalker dan Darth Vader dengan cara yang benar-benar baru
Rumput Laut untuk Sapi: Solusi Cerdas Mengurangi Emisi Metana dan Menjaga Bumi
Rumput laut kini menjadi harapan baru untuk mengurangi emisi metana sapi secara drastis.
Bukan Main! Hiu Sudah Ada Cukup Lama untuk Mengelilingi Galaksi Dua Kali
Kisah hiu adalah cerita tentang ketahanan, evolusi, dan waktu yang membentang begitu jauh ke masa lalu, bahkan sulit untuk kita bayangkan.
One Response