Mari kita selami lebih dalam kisah evolusi menakjubkan ini, sebuah drama alam yang terjadi jutaan tahun lalu di pegunungan Amerika Selatan.
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Ilustrasi Kentang (https://unsplash.com/@enginakyurt)

Coba bayangkan sejenak: kentang goreng renyah yang baru diangkat dari wajan, semangkuk perkedel hangat buatan ibu, atau keripik kentang gurih yang menemani waktu santaimu. Kentang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Rasanya, hampir semua orang di dunia pernah dan suka makan kentang. Tapi, pernahkah kamu bertanya, dari mana sebenarnya tanaman umbi yang luar biasa ini berasal? Jika kamu berpikir kentang ya… kentang saja, bersiaplah untuk sebuah kejutan. Sebuah studi genetik terbaru membongkar kisah asal-usul kentang yang terdengar seperti plot film fiksi ilmiah: ternyata, kentang modern berutang budi pada tomat! Ya, kamu tidak salah baca. Mari kita selami lebih dalam kisah evolusi menakjubkan ini, sebuah drama alam yang terjadi jutaan tahun lalu di pegunungan Amerika Selatan.

Misteri yang Akhirnya Terpecahkan

Kentang (Solanum tuberosum) bukan sekadar makanan pengganjal perut. Bagi miliaran orang, kentang adalah sumber kehidupan. Tanaman ini menyediakan nutrisi penting seperti karbohidrat, serat pangan (terutama di kulitnya), serta berbagai vitamin dan mineral seperti potasium dan zat besi. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap kentang sebagai tanaman yang ramah iklim karena jejak emisi gas rumah kacanya yang rendah. Kemampuannya untuk tumbuh di berbagai kondisi, bahkan di lahan yang sumber dayanya terbatas, menjadikannya pilihan tanaman yang cerdas dan tangguh untuk berbagai wilayah di dunia.

Meskipun begitu populer dan penting, asal-usul kentang sejak lama menjadi teka-teki yang membingungkan para ilmuwan. Secara fisik, tanaman kentang modern terlihat sangat mirip dengan spesies tanaman liar dari Cile yang disebut Etuberosum. Namun, ada satu perbedaan krusial: Etuberosum tidak memiliki umbi, bagian yang kita makan dan menjadi ciri khas kentang. Inilah mengapa ia hanya dianggap “mirip kentang”, bukan kentang sejati. Anehnya lagi, analisis filogenetik (studi hubungan evolusioner) justru menunjukkan bahwa kentang secara genetik lebih dekat kekerabatannya dengan tomat daripada dengan Etuberosum yang mirip dengannya. Ini adalah sebuah paradoks yang membuat para peneliti garuk-garuk kepala selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa ia lebih mirip satu spesies, tapi secara genetik lebih dekat dengan spesies lain?

Kisah Hibridisasi Kuno: Ketika Tomat Bertemu Kerabat Kentang

Jawaban dari teka-teki ini akhirnya terkuak melalui sebuah penelitian komprehensif yang hasilnya dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi, Cell. Tim peneliti internasional melakukan analisis genom terhadap 450 varietas kentang budidaya dan 56 spesies kentang liar. Hasilnya sungguh mengejutkan. Mereka menemukan bahwa setiap spesies kentang yang dianalisis mengandung campuran materi genetik dari dua “orang tua” yang berbeda: tanaman tomat kuno dan si Etuberosum yang tak berumbi itu. Ini adalah bukti kuat dari sebuah “peristiwa hibridisasi”, yaitu ketika dua individu dari spesies yang berbeda berhasil kawin silang dan menghasilkan keturunan.

Peristiwa ini terjadi sekitar 9 juta tahun yang lalu di alam liar Amerika Selatan. Bayangkan, jauh sebelum manusia ada, sebuah tanaman tomat liar dan tanaman Etuberosum melakukan penyerbukan silang. Padahal, kedua spesies ini sebenarnya sudah berpisah jalur evolusi selama sekitar 5 juta tahun! Mereka berasal dari satu nenek moyang yang sama yang hidup sekitar 14 juta tahun lalu, namun kemudian berevolusi secara terpisah. Menurut para ahli botani, kemampuan dua spesies yang telah lama terpisah untuk masih bisa kawin silang adalah sebuah fenomena yang relatif jarang namun sangat berdampak dalam evolusi tumbuhan (Rieseberg & Willis, 2007). Perkawinan tak terduga inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya tanaman kentang pertama yang memiliki kemampuan revolusioner: membentuk umbi.

Resep Genetik Sempurna untuk Umbi Kentang

Di sinilah letak “kerennya” evolusi. Hibrida atau keturunan baru ini tidak serta-merta bisa membentuk umbi begitu saja. Ia harus mewarisi “resep” genetik yang tepat dari kedua orang tuanya. Dalam studi tersebut, seperti yang dijelaskan oleh salah satu penulisnya, Sanwen Huang, berhasil mengidentifikasi gen-gen kunci yang menjadi resep tersebut. Gen pertama, yang disebut SP6A, berasal dari pihak tomat. Gen ini berfungsi sebagai “saklar” yang memberi sinyal pada tanaman kapan harus mulai membentuk umbi. Tanpa gen ini, tanaman tidak akan tahu momen yang tepat untuk menyimpan cadangan makanannya di bawah tanah.

Namun, gen SP6A saja tidak cukup. Diperlukan gen kedua yang berperan sebagai “arsitek”, yang mengatur pertumbuhan batang bawah tanah (stolon) yang nantinya akan membengkak menjadi umbi. Gen ini, yang disebut IT1, diwarisi dari pihak Etuberosum. Kombinasi sempurna dari gen “saklar” milik tomat dan gen “arsitek” milik Etuberosum inilah yang memungkinkan keturunan hibrida mereka untuk pertama kalinya dalam sejarah evolusi mampu menghasilkan umbi. Tanpa salah satu dari kepingan genetik ini, fenomena umbi kentang tidak akan pernah terjadi.

Kisah ini tidak berhenti di situ. Inovasi evolusioner ini terjadi pada waktu yang sangat tepat. Sekitar periode yang sama, pegunungan Andes sedang dalam proses pengangkatan tektonik yang cepat, menciptakan lingkungan dataran tinggi yang baru dengan cuaca yang keras dan tak menentu. Dalam kondisi ekstrem seperti ini, memiliki umbi menjadi keuntungan yang luar biasa. Umbi berfungsi sebagai “bunker” nutrisi bawah tanah, melindungi cadangan makanan dari cuaca dingin atau kekeringan di permukaan. Lebih dari itu, umbi memungkinkan tanaman untuk bereproduksi secara aseksual. Tunas baru bisa langsung tumbuh dari umbi tanpa perlu proses penyerbukan atau biji. Kemampuan ini, seperti yang ditekankan oleh para peneliti, memungkinkan kentang purba untuk menyebar dengan cepat dan mengisi berbagai relung ekologis, dari padang rumput dataran rendah hingga padang rumput dingin di pegunungan tinggi, dan pada akhirnya, menjadi salah satu sumber pangan andalan peradaban manusia.

Daftar Pustaka

  • Ovchinnikova, A., Krylova, E., Gavrilenko, T., Smekalova, T., Zhuk, M., Knapp, S., & Spooner, D. M. (2011). Taxonomy of cultivated potatoes (Solanum section Petota: Solanaceae). Botanical Journal of the Linnean Society, 165(2), 107-155.
  • Reader, J. (2011). Potato: A history of the propitious esculent. Yale University Press.
  • Rieseberg, L. H., & Willis, J. H. (2007). Plant speciation. Science, 317(5840), 910-914.
  • Spooner, D. M., McLean, K., Ramsay, G., Waugh, R., & Bryan, G. J. (2007). A single domestication for potato based on multilocus amplified fragment length polymorphism genotyping. Proceedings of the National Academy of Sciences, 104(49), 19398-19403.
  • Zhang, Z., Zhang, P., Ding, Y., Wang, Z., Ma, Z., Gagnon, E., Jia, Y., Cheng, L., Bao, Z., Liu, Z., Wu, Y., Hu, Y., Lian, Q., Lin, W., Wang, N., Ye, K., Wang, H., Zhang, J., Zhou, Y., … Huang, S. (2025). Ancient hybridization underlies tuberization and radiation of the potato lineage. Cell, 188, 1–17. https://doi.org/10.1016/j.cell.2025.06.034
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Terungkap! Begini Hipotesis Cara Kerja Lightsaber Star Wars Menurut Sains
28Aug

Terungkap! Begini Hipotesis Cara Kerja Lightsaber Star Wars Menurut Sains

Mari jelajahi cara kerja Lightsaber yang mungkin akan membuatmu melihat duel Luke Skywalker dan Darth Vader dengan cara yang benar-benar baru

Nucleopolyhedrovirus: Mengenal Virus ‘Zombie’ Pemakan Ulat yang Jadi Sahabat Petani
15Aug

Nucleopolyhedrovirus: Mengenal Virus ‘Zombie’ Pemakan Ulat yang Jadi Sahabat Petani

Nucleopolyhedrovirus. Meski terdengar menyeramkan, virus “zombie” ini justru menjadi pahlawan bagi para petani. Yuk, kita kenalan lebih jauh!

Tomat CRISPR: Inovasi “Gunting Genetik” yang Sukses Bikin Tomat Jadi Manis dan Besar
11Aug

Tomat CRISPR: Inovasi “Gunting Genetik” yang Sukses Bikin Tomat Jadi Manis dan Besar

Yuk, kita bedah bagaimana tomat CRISPR ini bisa mengubah cara kita menikmati buah favorit sejuta umat ini!

3 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *